Minggu, 15 Desember 2013

Seindah Hatinya

by : Putri Handayani



Pagi ini seperti biasa amira berjalan menyusuri perkampungan di dekat tempat tinggalnya, suara burung yang saling bersahutan, udara yang sejuk, dan aroma pepohonan pagi yang sangat menyegarkan. Amira mampir sebentar kerumah mak minah sebelum mengajar untuk mengantarkan sepiring pisang goreng. Mak minah nenek yang hidup bertiga dengan cucunya eneng dan anak satu-satunya teh lilis, sejak dua tahun yang lalu mak minah sakit2an.
Anaknya yang lain tak satupun datang untuk merawatnya atau menengoki nya, padahal mak minah memiliki 7 orang anak, 4 laki-laki dan 3 perempuan.
Namun nyatanya, ada yang berbeda dari mak minah hari ini, ia begitu berseri-seri dan bahagia, rupanya karna kampung mereka kedatangan seorang dokter cantik, jadi mak minah tidak perlu lagi berpergian jauh hanya untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Amira pun senang mendengarnya dan segera pamit kepada mak minah untuk pergi mengajar. Eneng cucu mak minah sudah menanti di depan pintu untuk mengantar amira mengajar di sekolah. Sebenarnya eneng sangat ingin sekali bersekolah, namun karna penghasilan teh lilis yang pas-pasan eneng rela harus belajar dirumah dibantu amira sehabis pulang mengajar.
Sepanjang perjalanan ada pernyataan mengharukan dari bibir mungil eneng. ″teh mira, sekolah itu rasanya seperti apa sih? Eneng udah 12 tahun, tapi belum pernah sekalipun rasain duduk di sekolah, main sama temen2, ngerjain tugas bareng, rasanya pengen banget eneng ikutan sekolah. Pengen pinter kaya the amira, kaya bu dokter cantik itu biar bias ngobatin emak, biar bias bantu ibu″ amira terhenti dari langkahnya, tertegun sejenak dan menatap mata eneng dalam-dalam. ″eneng bener mau sekolah? Eneng bener2 mau bantu emak, bantu ibu?″ Tanya amira meyakinkan. Eneng mengangguk dan tersenyum. ″ikhtiar ya sayang, in sha allah ada jalan nanti, entah lewat tangan siapa allah akan jawab doa2 kamu J, yaudah teteh ngajar dulu ya sayang, nanti kita ketemu di depan mushola bada ashar, assalamualaikum ″ jawab amira tenang dan eneng pun membalas salam amira dan tersenyum.
Disekolah ternyata amira sudah menyiapakan dokumen2 eneng untuk pengajuan beasiswa, dibantu oleh azhar anak dari ketua yayasan yang juga berprofesi sebagai guru. Di sekolah tersebut amira adalah guru bahasa Indonesia, sedang azhar adalah guru fisika yang merangkap sebagai guru bahasa arab. Pengajuan beasiswa itu akhirnya disetujui oleh ketua yayasan yaitu bapak Prof H. Muhammad hafiz M.Pd yang tak lain dan tak bukan adalah bapaknya azhar (ya iyalah di setujuin, orang yg rekomendasiin anaknya -.-).
***
″Praaannngggg″ terdengar suara pecahan gelas dari dalam kamar mak minah, eneng langsung berlari menghampiri kamar emak. Ternyata emak sudah tergeletak tak sadarkan diri dilantai. Eneng sontak panic dan berteriak minta tolong, untung saja tetangga terdekat segera datang dan menggotong emak ke kasur. Sementara tetangganya memangil the lilis di tempat kerja, Eneng pamit untuk pergi ke klinik yang baru untuk memanggil dokter cantik itu. Bergegaslah eneng pergi kesana, tak peduli teriknya matahari dan tanpa selembar alas kakipun eneng berlari sambil menahan tangisnya.
″bu… bu dokter… ibu tolong emak sayaaaa…″ teriak eneng sesampainya di klinik baru tersebut. Seorang resepsionist menghampiri eneng dan menanyakan keadaan emak minah. ″tapi de, dokternya ga bias ade bawa kerumah, nanti yang meriksa pasien disini siapa?″ jawab resepsionist itu ke eneng, zara yang sejak tadi memerhatikan di balik kaca langsung bergegas mengambil alat2 pertolongan pertamanya dan menghampiri eneng. ″ade rumahnya dimana?? Bias antar kaka kerumahnya ade??″ ujar zara tiba2, resepsionis itu kaget mendengar suara zara hingga tak dapat berkata-kata namun zara hanya tersenyum. Eneng langsung menarik tangan zara keluar dari klinik, dan berlari membawa zara kerumahnya.
Sesampainya dirumah eneng, zara langsung memeriksa emak minah. Tekanan darah emak minah sangat tinggi, untung saja masih bias di tangani dengan cairan infus dan suntikan. Beberapa saat setelah diberikan pertolongan pertama tersebut, keadaan emak sudah mulai stabil dan nafas emak sudah mulai normal kembali.
Ketika zara keluar kamar, semua mata tertuju padanya, termasuk amira dan azhar. Zara tersenyum dan menghampiri eneng yang dari tadi tak kuasa menahan air matanya. Zara mengambil sapu tangan dalam tasnya dan menyeka air mata eneng ″adik manis jangan nangis lagi, Alhamdulillah allah masih sayang sama emaknya J ″ . dan semuanya mengucap Alhamdulillah ketika zara memberitahukan kabar baik tersebut.
Ketika zara berpamitan untuk pulang, eneng memegang tangannya, ″kaka.. terimakasih banyak ya udah nolongin emak eneng, kaka dokter cantik itu kan? Nama kaka siapa, biar eneng bias cerita sama emak kalau emak sudah siuman nanti″ zara tersenyum seraya menjawab pertanyaan eneng ″nama kaka zara J . yang nolongin emak eneng itu allah, kaka hanya perantaranya saja. Berterima kasihlah sama allah J.″ eneng tersenyum lebar dan mengantarkan zara sampai depan rumahnya.
Di depan rumah eneng, zara berpapasan dengan azhar dan amira. Mata mereka bertemu satu sama lain. ″subhanallah, Maha Besar Engkau Ya Allah, menciptakan bidadari secantik ini″ ujar azhar dalam hati. ″Ya Allah peliharalah hatiku, Jagalah imanku dan imannya″ ujar zara dalam hati. Melihat mereka saling bertatapan, amira pun menegur mereka, untuk menyadarkan keduanya. ″zar, Azhar″ panggil amira. Mereka pun akhirnya tersadar dan mengucapkan ″Astagfirullah″ berbarengan. Eneng yang melihat kejadian itu, tersenyum sendiri dan seraya berkata…″pak guru sama bu dokter janjian ngomongnya, hihihihi untung the mira ga ikutan juga″ . muka keduanya langsung memerah dan menunduk berbarengan. Zara segera pamit dan berjalan cepat menuju kliniknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar