by : Putri Handayani
Pagi ini seperti biasa amira berjalan menyusuri
perkampungan di dekat tempat tinggalnya, suara burung yang saling bersahutan,
udara yang sejuk, dan aroma pepohonan pagi yang sangat menyegarkan. Amira
mampir sebentar kerumah mak minah sebelum mengajar untuk mengantarkan sepiring
pisang goreng. Mak minah nenek yang hidup bertiga dengan cucunya eneng dan anak
satu-satunya teh lilis, sejak dua tahun yang lalu mak minah sakit2an.
Anaknya yang
lain tak satupun datang untuk merawatnya atau menengoki nya, padahal mak minah
memiliki 7 orang anak, 4 laki-laki dan 3 perempuan.
Namun nyatanya, ada yang berbeda dari mak minah
hari ini, ia begitu berseri-seri dan bahagia, rupanya karna kampung mereka
kedatangan seorang dokter cantik, jadi mak minah tidak perlu lagi berpergian
jauh hanya untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Amira pun senang
mendengarnya dan segera pamit kepada mak minah untuk pergi mengajar. Eneng cucu
mak minah sudah menanti di depan pintu untuk mengantar amira mengajar di
sekolah. Sebenarnya eneng sangat ingin sekali bersekolah, namun karna penghasilan
teh lilis yang pas-pasan eneng rela harus belajar dirumah dibantu amira sehabis
pulang mengajar.
Sepanjang perjalanan ada pernyataan mengharukan
dari bibir mungil eneng. ″teh mira, sekolah itu rasanya seperti apa sih? Eneng
udah 12 tahun, tapi belum pernah sekalipun rasain duduk di sekolah, main sama
temen2, ngerjain tugas bareng, rasanya pengen banget eneng ikutan sekolah.
Pengen pinter kaya the amira, kaya bu dokter cantik itu biar bias ngobatin
emak, biar bias bantu ibu″ amira terhenti dari langkahnya, tertegun sejenak dan
menatap mata eneng dalam-dalam. ″eneng bener mau sekolah? Eneng bener2 mau
bantu emak, bantu ibu?″ Tanya amira meyakinkan. Eneng mengangguk dan tersenyum.
″ikhtiar ya sayang, in sha allah ada jalan nanti, entah lewat tangan siapa
allah akan jawab doa2 kamu J, yaudah teteh ngajar dulu ya sayang, nanti kita
ketemu di depan mushola bada ashar, assalamualaikum ″ jawab amira tenang dan
eneng pun membalas salam amira dan tersenyum.
Disekolah ternyata amira sudah menyiapakan dokumen2
eneng untuk pengajuan beasiswa, dibantu oleh azhar anak dari ketua yayasan yang
juga berprofesi sebagai guru. Di sekolah tersebut amira adalah guru bahasa
Indonesia, sedang azhar adalah guru fisika yang merangkap sebagai guru bahasa
arab. Pengajuan beasiswa itu akhirnya disetujui oleh ketua yayasan yaitu bapak Prof
H. Muhammad hafiz M.Pd yang tak lain dan tak bukan adalah bapaknya azhar (ya
iyalah di setujuin, orang yg rekomendasiin anaknya -.-).
***
″Praaannngggg″ terdengar suara pecahan gelas dari
dalam kamar mak minah, eneng langsung berlari menghampiri kamar emak. Ternyata
emak sudah tergeletak tak sadarkan diri dilantai. Eneng sontak panic dan
berteriak minta tolong, untung saja tetangga terdekat segera datang dan
menggotong emak ke kasur. Sementara tetangganya memangil the lilis di tempat kerja,
Eneng pamit untuk pergi ke klinik yang baru untuk memanggil dokter cantik itu.
Bergegaslah eneng pergi kesana, tak peduli teriknya matahari dan tanpa selembar
alas kakipun eneng berlari sambil menahan tangisnya.
″bu… bu dokter… ibu tolong emak sayaaaa…″ teriak
eneng sesampainya di klinik baru tersebut. Seorang resepsionist menghampiri
eneng dan menanyakan keadaan emak minah. ″tapi de, dokternya ga bias ade bawa
kerumah, nanti yang meriksa pasien disini siapa?″ jawab resepsionist itu ke
eneng, zara yang sejak tadi memerhatikan di balik kaca langsung bergegas
mengambil alat2 pertolongan pertamanya dan menghampiri eneng. ″ade rumahnya
dimana?? Bias antar kaka kerumahnya ade??″ ujar zara tiba2, resepsionis itu
kaget mendengar suara zara hingga tak dapat berkata-kata namun zara hanya
tersenyum. Eneng langsung menarik tangan zara keluar dari klinik, dan berlari
membawa zara kerumahnya.
Sesampainya dirumah eneng, zara langsung memeriksa
emak minah. Tekanan darah emak minah sangat tinggi, untung saja masih bias di
tangani dengan cairan infus dan suntikan. Beberapa saat setelah diberikan
pertolongan pertama tersebut, keadaan emak sudah mulai stabil dan nafas emak
sudah mulai normal kembali.
Ketika zara keluar kamar, semua mata tertuju
padanya, termasuk amira dan azhar. Zara tersenyum dan menghampiri eneng yang
dari tadi tak kuasa menahan air matanya. Zara mengambil sapu tangan dalam
tasnya dan menyeka air mata eneng ″adik manis jangan nangis lagi, Alhamdulillah
allah masih sayang sama emaknya J ″ .
dan semuanya mengucap Alhamdulillah ketika zara memberitahukan kabar baik
tersebut.
Ketika zara berpamitan untuk pulang, eneng memegang
tangannya, ″kaka.. terimakasih banyak ya udah nolongin emak eneng, kaka dokter
cantik itu kan? Nama kaka siapa, biar eneng bias cerita sama emak kalau emak
sudah siuman nanti″ zara tersenyum seraya menjawab pertanyaan eneng ″nama kaka
zara J . yang nolongin emak eneng itu allah, kaka hanya
perantaranya saja. Berterima kasihlah sama allah J.″
eneng tersenyum lebar dan mengantarkan zara sampai depan rumahnya.
Di depan rumah eneng, zara berpapasan dengan azhar
dan amira. Mata mereka bertemu satu sama lain. ″subhanallah, Maha Besar Engkau
Ya Allah, menciptakan bidadari secantik ini″ ujar azhar dalam hati. ″Ya Allah
peliharalah hatiku, Jagalah imanku dan imannya″ ujar zara dalam hati. Melihat
mereka saling bertatapan, amira pun menegur mereka, untuk menyadarkan keduanya.
″zar, Azhar″ panggil amira. Mereka pun akhirnya tersadar dan mengucapkan
″Astagfirullah″ berbarengan. Eneng yang melihat kejadian itu, tersenyum sendiri
dan seraya berkata…″pak guru sama bu dokter janjian ngomongnya, hihihihi untung
the mira ga ikutan juga″ . muka keduanya langsung memerah dan menunduk
berbarengan. Zara segera pamit dan berjalan cepat menuju kliniknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar