Minggu, 08 Maret 2015

Impian ke 100 Danang

oleh : Putri Handayani


Matahari itu, matahari yang sama yang sering aku dan danang lihat setiap sore. Di kala senja, dikala kami asik bermain kejar-kejaran satu sama lain. Tertawa bersama hingga akhirnya pulang kerumah. Teringat senyuman danang, senyuman jahilnya yang selalu membuatku kesal. Danang suka gunung, tapi aku suka pantai, danang suka merah, tapi aku suka biru, danang suka keramaian, namun aku lebih menyukai kedamaian, danang suka berpetualang, aku lebih menyukai seni,
danang lebih suka sayuran, dan aku malah sangat membenci sayuran, aku suka binatang, namun danang sangat tidak menyukainya. kami memang tak punya kesamaan suka satu sama lain, hingga tempat kami pun berbeda, danang sudah tenang di alam sana dan aku masih bernafas bersama kenangannya.
Sudah tiga tahun danang pergi, dan hingga sampai saat ini aku masih belum bisa untuk melupakan sahabat sepertinya. Danang sahabat kecilku, yang selalu bisa membuatku tertawa ketika papa dan mama bertengkar hebat sebelum mereka bercerai. Danang yang selalu memotivasi aku untuk selalu tegar dan bisa melukis dunia melalui tangan mungilku ini, danang yang menghapus air mata ini, ketika sebelumnya selalu menetes. Danang yang menggendongku ketika kakiku terkilir hebat karna tak sengaja tertabrak motor dijalan. Dan danang juga yang tak pernah lupa hari ulang tahunku.
Aku menaburi bunga diatas batu nisannya dan tertunduk lesu, air mata ini tak bisa terbendung lagi, takkan ku temukan sahabat seperti dia, takkan pernah lagi, he is one and only made for me, just for me. Menatap pilu nisannya seakan-akan ingin berada terus disampingnya.
***
Aku melepas seragam abu-abuku dan menggantinya dengan almamater kuning salah satu universitas terbaik di negri ini. Tapi entah kenapa hati ini masih diselubungi kabut hitam, tak ada senyum yang terlukis, mengingat ini mimpi kami berdua (aku dan danang), ku buka buku usang yang penuh dengan impian-impian kami, mimpi ke 98 bisa masuk ke universitas ini bersama-sama. Mataku beralih ke daftar mimpi ke99, bisa mendapat gelar cumlaude.  Semangatku berapi-api, demi cumlaude demi impian kita berdua, dengan tekun ku jalani hari-hariku menuntut ilmu dan belajar disana.
Kubuka kembali buku usangku dan melihat impian kami yang ke 100, yaitu liburan bersama mendaki puncak rinjani. Aku tidak pernah ingin untuk mendaki gunung dan entah apa aku akan sanggup memenuhi impian danang yang ke 100?? Mendaki puncak rinjani. Untuk berlari keliling komplek pun rasanya enggan, apalagi mendaki yang membutuhkan tenaga super ekstra.
Aku menghampiri seniorku untuk bertanya-tanya tentang puncak rinjani. Kebetulan akhir juni besok mereka akan berangkat ke Lombok dan menjelajahi gunung rinjani. Ku browsing segala persiapan dan perlengkapan yang akan ku butuhkan. Dengan tekad yang penuh demi impian ke 100 sahabat sejatiku danang, aku siap dan harus siap mendaki rinjani J.
Gunung rinjani adalah gunung vulkanik yang masih aktif nomer 2 tertinggi di indonesia dengan ketinggian 3,726 mdpl. Terdapat di pulau Lombok nusa tenggara barat. Ditengah2nya terdapat danau segara anak dan berlimpah pemandangan indah luar biasa.
***
Ranselku dan semua perlengkapanku sudah siap, dan pagi itu kami sudah tiba di pulau Lombok. Hati ini berdebar masih tidak yakin dengan niat mendaki, apalagi dari kejauhan sudah terlihat gunung rinjani yang berdiri kokoh dan menjulang tinggi. Nyali makin ciut, namun teringat kembali impian danang dan itu membuatku untuk tetap bersemangat. Terlebih di suguhkan pemandangan yang luar biasa oleh pulau ini, makin membuatku penasaran dengan rahasia gunung rinjani yang katanya paling bagus panoramanya dibandingakan gunung2 lain yang ada di Indonesia.
Aku dan kawan2 memutuskan untuk melewati jalur sembalun yang memiliki rute datar, namun agak panjang dan cuacanya juga lebih panas karena melalui padang savana yg terik, dibandingkan melalui jalur senaru yang memiliki rute tanjakan tanpa jeda, namun cuacanya bersahabat karna melewati hutan-hutan. Kami menuju desa sembalun dengan menumpang truk pasir. Ketika sampai di bukit tiga dara, matahari mulai terbenam kami berhenti sebentar untuk menikmati keindahannya, keindahan sunset di tanah Lombok. AllahuAkbar !!! tak hentinya hati ini mengagungkan namaMu yang menciptakan alam seindah ini.
Udara pagi di basecamp sembalun membuat semangatku membara untuk mencapai puncak rinjani. kami harus segera bergegas menuju pos satu. satu jam pertama memang sangat mengagumkan dan menyenangkan karna lagi2 disuguhi pemandangan padang savana yang subhanallah luar biasa indahnya, namun jam2 setelahnya, kakiku mulai sakit untuk berpijak, bernafaspun rasanya sulit, ditambah dengan teriknya matahari. Ingin rasanya mengeluhkan semuanya, namun harus ke siapa aku mengeluh sekarang, sementara keadaan kami semuanya sama disini. Sekitar jam 11-12 siang akhirnya kami sampai juga di pos satu. Kami beristirahat sebentar, aku mengoleskan sunblock keseluruh tubuhku agar kulitku tak terbakar. Tidak lebih dari sejam kami beristirahat, kami melanjutkan perjalanan kembali. Berusaha kuat untuk kembali berjalan menelusuri padang savana yang seperti tak ada ujungnya.
Angin yang bertiup seakan mengajak ilalang menari indah, seakan saling bercengkrama satu sama lainnya. Ini baru namanya eksotisme alam Indonesia yang tak tertandingi. Bertemu dengan pendaki lain yang tak hanya orang2 indonesia namun banyak juga yang berasal dari luar negri.
Mengagumi setiap langkah kakiku saat ini, rasa pesimis itu mulai luntur sedikit demi sedikit berganti rasa optimis yang makin membara. Aku mulai menyukai alam rinjani. Petang datang bertepatan dengan tibanya kami di pos tiga. Kami mendirikan tenda dan hendak bermalam disana.
Badanku seakan mati rasa, kaki ini sangat sakit untuk di gerakkan, badan ini seakan tak ada tulang. Akhirnya aku merasakan lelahnya mendaki yang biasa danang rasakan. Merasakan gelapnya malam yang benar2 gelap pekat yang pernah danang rasakan. Dinginnya alam liar yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Aku baru tahu rasanya gelap, tanpa cahaya, rasanya dingin tanpa pelindung, beratap langit beralaskan tanah. Hening, tak ada suara bisingnya kendaraan, dan gemerlapnya kota. Air mata ini menetes, rasa haru, takut bercampur padu dengan rasa lelah. Pesimis itu muncul lagi, ingin rasanya mengakhiri perjalanan ini saja. Aku menangis tersedu, menyerah dengan keadaan sekarang. Menahan sakitnya kaki ku, pegalnya badanku, dan semua kelelahan ini, semua situasi ini dimana rasa takut mendominasi perasaanku. Namun ketika menatap satu persatu teman satu tendaku, tak tega rasanya jika aku menyerah sekarang dan menghambat mimpi mereka. Ku seka air mata ini, menegarkan diri dan memaksakan mata ini untuk memejam dan menyimpan sisa energiku untuk perjalanan besok.
Pagi kedua di tanah rinjani, badanku kaku, seakan tak bisa digerakkan, kaki ini makin sakit, semangatku runtuh. Hanya air mata yang bisa mengekspresikan diriku pada pagi itu. Semangat pagi kedua tak sesemangat pagi pertama di tanah rinjani. Kesolidan teman2 membuatku haru, mereka memutuskan untuk stay di tempat dan mengumpulkan tenaga untuk perjalan besok karena kondisi badanku yang sangat tak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan.
Pagi ketiga di gunung rinjani, kami sudah siap untuk meneruskan perjalanan menuju puncak. Cukup sudah leha2 nya selama satu hari di pos ketiga. Perjalanan kali ini sangat membutuhkan tenaga ekstra. Karena perjalanan ini mendaki dinding sebelah barat setinggi 700m dan menaiki punggungan setinggi 1000m yg ditempuh dlm 2 tahap yaitu 3 jam dan 4 jam.
Kami melewati bukit yang namanya bukit penyesalan, nama bukitnya sangat menyeramkan dan itu berhasil membuat mentalku down sebelum berperang. Benar saja walaupun tanjakannya relative lebih landai, tapi menghabiskan waktu tempuh yang cukup lama. Nafasku seakan habis, tak kuat lagi, kaki ini semakin sakit, rasanya ingin menyerah namun tak kuasa melakukannya. Air mata ini menetes, keringat sudah tak lagi kupedulikan.
Terbayar sudah lelah ini ketika kami tiba di plawangan sembalun, subhanallah seakan2 berjalan diatas awan. Ingin rasanya aku menari2 dan berkejar2an bersama awan. Awan yang biasanya hanya dapat aku lihat dibalik kaca pesawat, kini dapat kurasakan langsung di bumi alam rinjani ini. Plawangan sembalun ini adalah camp terakhir sebelum puncak. Dan kami berkemah disana untuk menunggu pagi. Aku langsung beritirahat agar besok pagi staminaku pulih dan karna kita harus bangun dini hari untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak.
Jam 3 pagi kami sudah siap2 Summit attack untuk mencari momen2 indah yaitu panorama matahari terbit di puncak rinjani. Daypack, headlamp, p3k, snack, air, camera dan tentu saja doa menjadi bekalku hari ini dengan sisa2 tenagaku untuk sampai ke puncak rinjani. Perjalanan menuju puncak ini tergolong lemayan menguras tenaga karena meniti bibir kawah dgn margin safety yg pas2an. Benar2 mengerikan karena langsung jurang yang curam. Medan batu, pasir, tanah, dan 200m ketinggian terakhir harus ditempuh dgn susah payah karna 1 langkah maju diikuti setengah langkah turun. Ya Allah rasanya aku sudah tak kuat meneruskan perjalanan. Air mata ini menetes deras, tenagaku rasanya sudah tak ada sama sekali. Benar2 sudah tidak kuat. Seluruh tulang2ku seakan remuk tak mampu untuk melanjutkan perjalanan. Namun teringat senyuman danang dan impiannya juga janjiku untuk menyelesaikan mimpi danang, entah dari mana tenaga itu, aku kembali bersemangat. Menghapus air mataku melawan medan pasir yang sangat menyeramkan. Dan dengan bantuan dari ketua regu perjalanan ini aku mampu menakhlukan puncak rinjani.
Beratnya medan terakhir menuju puncak terbayar dengan pemandangan yg indah. Pemandangan yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Karna bisa melihat ciptaan Allah Yang Maha Kuasa, yang sangat indah. Subhanallah Allahu Akbar tak hentinya keluar dari mulutku.
Air mata ini kembali menetes, akhirnya aku membuktikan bahwa aku bisa mendaki rinjani, menyelesaikan impian danang, dan melawan rasa pesimis dan takutku. Ya Allah ini kah rasanya mencapai kemenangan setelah berkali2 terjatuh, berkali2 terpuruk di sepanjang perjalanan. Dan aku menemukan definisi hidup yang sesungguhnya dari perjalanan ini.
″Danang impian ke 100 mu sudah ku selesaikan″ ucapku dalam hati. Sungguh aku jatuh cinta dengan alam rinjani. Dan sekarang aku bersiap untuk ke tempat2 yang indah selanjutnya
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar